iriatna

Nikmati Saja Apa Yang Ada

REFLEKSI 10 TAHUN REFORMASI BIROKRASI

Posted by iriatna pada Februari 24, 2009

REFLEKSI 10 TAHUN REFORMASI BIROKRASI : ”GRAND STRATEGY PERUBAHAN POLA PIKIR PEGAWAI NEGERI MENUJU KEPEMERINTAHAN YANG BAIK”

Oleh:

Yatno Isworo

Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia sampai saat ini ternyata sudah berjalan selama 10 tahun. Reformasi pada hakekatnya merupakan proses perubahan, memiliki tujuan utama untuk mencapai tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dari kondisi sebelumnya. Perubahan melalui reformasi kelihatan lebih elegan dibandingkan revolusi, perebutan kekuasaan, kudeta dan istilah-istilah lainnya. Meminjam istilah Almarhum Riswanda Imawan (2006) pada Ceramah Peningkatan Daya Saing dari aspek politik di Semarang, reformasi lebih terfokus pada to change without destroying; to change while preserving. Dengan kelebihan dan kekurangannya dalam waktu yang singkat ini sudah 4 kali pergantian kepemimpinan nasional (presiden).

Perubahan di bidang tata kepemerintahan itu sebenarnya identik dengan istilah reformasi birokrasi yang pada era reformasi ini lebih banyak didengung-dengungkan para penyelenggara negara dan pemerintahan. Berbagai sudut pandang masyarakat terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi pada ke empat masa tersebut berbeda-beda. Masing-masing memiliki karakteristik sendiri dengan kelebihan dan kekurangannya. Reformasi birokrasi tersebut boleh dikatakan merupakan kehendak perubahan zaman, merupakan pencerminan keinginan masyarakat, swasta dan didukung oleh penyelengara negara.

Reformasi birokrasi merupakan satu upaya untuk mewujudkan pelaksanaan kepemerintahan yang baik yang dilaksanakan secara integral. Birokrasi sebagai organisasi formal memiliki kedudukan dan cara kerja yang terikat dengan peraturan, memiliki kompetensi sesuai jabatan dan pekerjaan, memiliki semangat pelayanan publik, pemisahan yang tegas antara milik organisasi dan individu, serta sumber daya organisasi yang tidak bebas dari pengawasan eksternal. Sejauh mana reformasi birokrasi dibawa sampai di tahun ke sepuluh era reformasi ini, sudah selayaknya direfleksikan dengan baik.

Upaya untuk mewujudkan tata kepemerintahan yang baik hanya dapat dilakukan apabila terjadi keseimbangan peran ketiga pilar yaitu pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat. Ketiganya mempunyai peran masing-masing. Pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) memainkan peran menjalankan dan menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi unsur-unsur lain dalam governance. Dunia usaha swasta berperan dalam penciptaan lapangan kerja dan pendapatan. Masyarakat berperan dalam penciptaan interaksi sosial, ekonomi dan politik. Ketiga unsur tersebut dalam memainkan perannya masing-masing harus sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam tata kepemerintahan yang baik (Bappenas, 2007).

Agenda penciptaan tata kepemerintahan yang baik setidaknya memiliki 5 (lima) sasaran yaitu : (1) berkurangnya secara nyata praktek korupsi kolusi dan nepotisme di birokrasi, yang dimulai dari jajaran pejabat yang paling atas; (2) terciptanya sistem kelembagaan dan ketata-laksanaan pemerintah yang efisien, efektif dan profesional transparan dan akuntabel; (3) terhapusnya peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara; (4) meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik; (5) terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah.

Reformasi birokrasi tidak dapat dipisahkan dari upaya reformasi di seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan tata kepemerintahan yang baik dan bersih. Reformasi birokrasi merupakan upaya perubahan yang dilakukan secara sadar dan terencana agar birokrasi mampu menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan strategis dan mendorong perubahan yang lebih baik dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Lebih lanjut, reformasi birokrasi dapat juga dijadikan sebagai alat pembaharuan, apabila tujuan-tujuan organisasi memang diarahkan bagi suatu strategi pembaharuan yang ditandai dengan adanya kesediaan dari aparatur birokrasi untuk bersikap responsif terhadap pemikiran-pemikiran pembaharuan yang dapat meningkatkan kinerja birokrasi pemerintahan (Supriadi, 2007).

Dalam rangka mewujudkan misi tersebut, maka dibuat ”grand design” reformasi birokrasi berupa strategi percepatan peningkatan kepercayaan masyarakat melalui pemberantasan korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN), upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, dan program inti reformasi birokrasi meliputi: (1) mengubah pola pikir, budaya, nilai-nilai kerja yang positif, (2) proses komunikasi (sosialisasi) baik internal maupun eksternal kepada publik, (3) upaya meningkatkan partisipasi masyarakat, (4) mengentaskan kemiskinan dan pengangguran.

Salah satu unsur program inti reformasi birokrasi di atas yang cukup fundamental, efektif dan efisien adalah di bidang pengembangan SDM melalui perubahan pola pikir Pegawai Negeri (mind setting). Perubahan dimaksudkan ”mengubah pola pikir, budaya dan nilai-nilai kerja yang positif.” Disebutkan oleh Carol S. Dweck (2007) dalam bukunya Change Your MINDSET Change Your Life, cara baru melihat dunia dan hidup sukses tak terhingga adalah dengan mengubah pola pikir.

Apakah PNS sebagai unsur SDM birokrasi sudah siap mereformasi diri pribadi, organisasi, kinerja, budaya dan tata nilai kerja menuju yang lebih baik ? Di era reformasi birokrasi ini, suka tidak suka, mau tidak mau harus dijawab ”SIAP”. Oleh karena itu, khususnya kepada para birokrat dan pegawai negeri, program ulang pikiran anda untuk mengubah potensi diri yang luar biasa menjadi tindakan nyata menuju kesuksesan.Kesuksesan hidup berbangsa dan bernegara menuju tata kepemerintahan yang baik. Good Luck (Semarang, Peb-2009).

Tinggalkan komentar